PELUPA “PENYAKIT ATAU HANYA SEKEDAR KEBIASAAN”
PELUPA
“PENYAKIT ATAU HANYA SEKEDAR
KEBIASAAN”
Aku selalu mikir kalau aku sudah
terkena penyakit yang satu ini. Aku rasa bahwa setiap saat ada saja hal-hal
penting yang aku lupakan. Katakanlah beberapa peristiwa terakhir ini yang
membuatku jadi gerah sendiri terhahap ingatanku. Aku mendatangi 4 tempat yang
berbeda dalam 1 bulan terakhir ini, dan setiap aku bepergian aku pasti melupakan
barang-barangku, mungkin bagi orang lain itu tidak penting tapi aku ini sangat
penting, contohnya nhi waktu ke Bone aku lupa membawah cas HPku, sementara
sampai disana, aku tak menemukan (bahkan di tetangga sekalipun) yang casnya
sama dengan HPku, jadinya aku menon-aktifkan HPku selama 5 hari disana. Jadi kebayangkan
gimana rasanya gak berkomunikasi selama 5 hari!!!! Giliran balik Makassar, aku meninggalkan lagi shampoo di kamar mandi, jadi
repotkan pagi-pagi mau keramas tapi gak ada shampoo, nyari di toko-toko
terdekat tapi ternyata gak adaaaa. Beberapa hari kemudian aku packing2 untuk
berangkat ke Manokwari. Aku sengaja packing sehari sebelum berangkat, untuk
menghindari melupakan barang-barang yang harus aku bawah tapi ternyata eh
ternyata waktu aku di pesawat aku mau dengar music baru aku nyadar kalau headsetku
sudah tidak ada lagi di tas, jadinya aku merasa bete’ duduk di pesawat selama 2
jam, perjalanan jadi terasa panjang dan membosankan, terasa lebih jauh daripada
naik Bis 8 jam ke Toraja, pengen rasanya berteriak ke pramugara gantengnya yang
lewat-lewat , supaya putar music seperti
di Bis, atau pengen rasanya menjahili bapak2 yang sedang nganga tidur dengan
pulas disampingku (bisah-bisahnya mereka
tidur pulas dalam keadaan pesawat yang begitu dingin, sedingin berada di
tengah pohon pinusnya Malino, ataukah aku saja yang merasa kedingin kali yha
karena sangking kurusnya badanku, nasib-nasib jadi orang kurus)
Aku selalu cari-cari informasi
gimana caranya untuk mengobatinya jika ini memank sebuah penyakit. Saat aku
mencari tahu kepada salah seorang temanku yang aku anggap mungkin tahu, dia
malah menjawab kalau dia juga orangnya pelupa (bahkan dia sepertinya lebih
parah, karena biar ke kampus kadang dia lupa bawah bukunya atau tugas-tugasnya
yang harus dikumpul ),, “orang pelupa itu orang cerdas” itu katanya, tentunya
aku tertawa senang dan merasa tersanjung kalau aku ternyata masuk dalam
golongan cerdas (I lost my mind for a while). aHaHaHaHaHaHaH yang masih mikir
pake otak “don’t trust”
Sering aku dengar dan baca kalau
pelupa itu diakibatkan oleh beberapa hal.
Misalnya Seseorang bisah menjadi
pelupa karena stress, depresi,ganguan
tiroid, overload, kurang tidur, efek dari diet, alcohol or narkoba, trauma
fisik atau emosional,Alzheimer, dan ganguan-gangguan fisik yang lain sebagainya.
Yang mana kira-kira yang jadi penyebabnya di untuk otak aku, tanyaku saat habis
baca artikel. Setelah kufikir-fikir secara mendalam dengan mengait-ngaitkan
dengan beberapa kejadian saat-saat aku lupa, maka aku sampai pada satu kesimpulan
kalau pelupaku itu hanya disebabkan oleh kebiasaan otak ku saja.
Aku terlalu sering menganggu
kinerja otak ku dengan memaksanya untuk melupakan setiap kejadian yang dapat
membuat aku merasa sakit, stress, depresi, serta kejadian-kejadian menyakitkan
yang membuat aku merasa dikecewakan yang berujung pada sebuah sikap yang
membuat aku bisah membenci atau memusuhi orang. Hari-hari demi hari harus dilalui
otakku dengan mengakkan disiplin kinerja seperti ini, membuatnya terbiasa menghapus
sekian banyak informasi yang masuk setiap harinya. Bayangin ada berapa banyak
informasi tidak menyenangkan harus di deletenya setiap hari dan lama kelamaan
ini bertumbuh menjadi sebuah kebiasaan, otakku sepertinya mengaktifkan “delete”
otomatisnya.
Ini hanyalah opini sementaraku untuk
“pelupaku” aku masih terus mengobservasi diri sendiri untuk mengetahui apaka
Hypotesa saya bias berkembang menjadi ssebua pernyataan. Aku mulai membiasakan
beberapa tindakan ppencegaan, seperti mengerjakan segalah sesuatunya saat aku
mengingatnya, atau aku mencatatnya segera, aku mulai meletakkan barang-barangku
sesuai dengan tempatnya (aku akan menjadi jengkel saat ada yang
memindahkannya), aku mulai menyenangi membaca-baca buku, daripa ngerumpi dengan
orang-orang (aku tidak mau informasi yang masuk ke otakku overload), aku sudah
mulai berexpresi sedih saat memank harus sedih, tidak purah-purah tegar lagi,
Comments
Post a Comment