metode klasik pengajaran Bahasa
PENDAHULUAN
Pengajaran bahasa selalu dihubungkan
dengan suatu metode yang di implementasikan seorang guru untuk mendorong
terjadinya aktivitas belajar bahasa pada siswa. Metode pengajaran bahasa mengalami perkembangan dan perubahan dari masa
ke masa disebabkan adanya perubahan pandangan terhadap hakikat bahasa dan
proses belajar, bahkan konsep “metode”
itu sendiri mengalami perubahan. Untuk memahami konsep metode, Antony (1963)
menyusun konsep yang hirarkis dari pendekatan, metode dan teknik. Pendekatan
(approach) merupakan serangkain asumsi tentang hakikat bahasa, belajar, metode
dipandang sebagai keseluruan rencana
penyajian bahasa yang sistemati berdasarkan pendekatan (approach) tertentu dan
teknik merupakan aktivitas-aktivitas tertentu yang di lakukan di dalam kelas
berdasarkan pendekatan dan metode yang dianut (teknik harus konsisten mengikuti
satu pendekatan dan metode). Sementara itu, Richard & Rodgers (1982) menyusun
ulang konsep metode dalam 3 proses yaitu
pendekatan, disain, dan prosedur. Metode memayungi keterkaitan dan spesifikasi
antara teori dan praktek. Pendekatan (Approach) merupakan asumsi, pendapat, dan
teori tentanghakikat bahasa dan
pembelajaran bahasa. Desain melihat keterkaitan antara teori-teori
tersebut dengan materi dan
aktivitas-aktivita yang dilakukan di dalam kelas.
Terjadinya perubahan dalam metode
pengajaran bahasa dari masa ke masa di tandai dengan adanya perubahan pandangan
tentang hakikat bahasa dan hakikat pengajaran bahasa. Misalnya metode
audiolingual melihat bahasa sebagai serengkain struktur bahasa dan belajar
sebagai proses pembiasaan (habit
formation) sementara itu metode communicative language teaching melihat bahasa
sebagai suatu system yang digunakan dalam mengekspresikan makna tertentu, dan
belajar bahasa melibatkan pebelajar
dalam situasi dimana dia mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi.
Ada banyak metode-metode yang
berkembang dalam pengajaran bahasa, dimulai dari metode yang paling awal
dikembangakan yaitu metode terjemahan sampai metode komunikatif hingga sekarang.
Pada kesempatan ini penulis hanya akan memaparkan secara singkat metode
Audioligual, metode situasional, Respon Fisik total (Total physical Response
TPR), dan metode diam (Silent Method)
METODE-METODE
PENGAJARAN BAHASA
1.
Audilingual
Metode
Audiolingual berkembang di Amerika pada masa perang dunia II. Terjadinya
revolusi pengajaran Amerika dari metode terjemahan (Grammar translation method)
ke Audiolingual didorong oleh adanya kebutuhan tentara Amerika untuk ahli
berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan para sekutu maupun lawannya. Militer
Amerika menyelenggarakan kursus bahasa yang berfokus pada keterampilan
mengunakan bahasa untuk berkomunikasi yang menitik beratkan pada pengajaran
bahasa secara lisan meliputi pengucapan kata maupun kalimat dan percakapan,
kursus ini disebut “Army method”. Metode ini dikembangkkan berdasarkan
prinsip-prinsip teori behavioristik yang memandang pembelajaran bahasa sebagai
proses pembiasaan walaupun tidak seutunya karena kesalan dalam berbahasa tetap
diterima sebagai suatu proses. Pengembangan teori ini banyak mengadaptasi
metode langsung (Direct Method) yang berkembanng di Eropa. Metode ini mulai
dikenal sebagai metode Audiolingual sekitar tahun 1950.
Ciri-ciri
metode pengajaran Audiolingual:
1. Materi
baru diajarkan dalam bentuk dialog
2. Pengingatan
(memorization), dan bermain mimik (mimicry) dalam proses belajar bahasa
3. analisa
struktur bahasa dan perbandingan antara bahasa ibu pembelajar dengan bahasa
sasaran yang dipelajari, menentukan pola kalimat yang harus dipelajari serta
membiasakan siswa menggunakan bahasa yang baru dipelajarinya dengan menggunakan
latihan drill.
4. Grammar
diajarkan secara terintegral berdasarkan topic yang sedang diajarkan
5. Pengajaran
kosakata sangat dibatasi oleh konteks tertentu
6. Pengajaran
bahasa lebih banyak mengunakan alat visual dan audio seperti tape, laboratorium
bahasa, dan sebagainya
7. Pengajaran
bahasa yang menitikberatkan pada pelafalan kata atau kalimatt
8. Guru
meminimalkan penggunaan bahasa ibu dalam kelas
9. Menerima
adanya kemungkinan kesalahan dalam pelafalan oleh siswa
2.
Metode
Situational
Metode
situasional dikembangkan oleh ahli bahasa berbangsaan Inggris yang
bernama A. S. Hornby.
Metode ini dikenal dalam pengajaran bahasa sekitar tahun 1950 – 1970. Metode
ini muncul bersamaan dengan munculnya metode Audiolingual di Amerika Serikat.
Kedua metode ini menekankan pada pentingnya mempraktikan bahasa yang sedang
dipelajari. Metode ini dipengaruhi teori belajar behavioristik yang beranggapan
bahwa belajar bahasa dilakukan sebagai proses pembiasaan. Kemampuan berbicara
merupakan hal utama dalam bahasa dan menguasi stuktur bahasa sebagai
landasannya. Pebelajar bahasa harus dibiasakan megggunakan bahasa yang benar
dan harus meminimalkan kesalahan-kesalahan berbahasa. Teori ini menggangap
bahwa belajar bahasa harus dimulai dari bahasa lisan dan prinsip analogi atau
perbandingan bahasa lebih efektif digunakan dalam mempelajari bahasa dari pada
analisis bahasa serta arti sebuah kata harus dipelajari berdasarkan konteks
linguistik dan budaya.
Dalam pembelajaran bahasa secara
situasional, bahasa diajarkan dengan cara mempraktikkan/melatihkan penggunaan pola-pola
kalimat dalam berbagai kegiatan berdasarkan situasi yang bermakna. Pola-pola
kalimat yang baru dipresentasikan secara lisan/oral. Pola kaliamat
tersebut mengontrol pebelajar dalam
berbicara dan diharapkan bahwa semakin banyak siswa berlatih menggunakan
struktur/pola bahasa secara lisan akan membuat kemampuan berbicara, membaca,
dan menulisnya berkembang secara otomatis.
Ciri-ciri pengajaran bahasa yang
menggunakan metode situasional:
1. Lebih
mengutamakan berbicara sebelum menulis
2. Materi
terlebih dahulu diajarkan secara lisan
3. Bahasa
yang dipelajari (bahasa ke dua/bahasa asing) dijadikan sebagai bahasa yang digunakan
di kelas
4. Elemen-elemen
bahasa yang baru bagi siswa baik itu kosa kata baru, pola prase & kalimat,
dan struktur bahasa lainnya diajakaran dan dipraktekan berdasarkan situasi yang
bermakna atau di gunakan dalam situasi yang nyata
5. Memilih
kosa kata untuk diajarkan dengna tujuan memenuhi tuntunan penguasaan bahasa
tersebut secara umum
6. Mengajarkan
tata bahasa harus dimulai dari yang sederhana ke yang kompleks
3.
Respons
Fisik Total (Physical Response TPR)
Metode ini dikembangkan oleh James
Asher (1977) dengan berasakan teori psikologi yang dikenal dengan “trace
Theory”. Teori ini menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya ingat seseorang
maka diperlukan rangsangan yang berupa aktivas gerakan. TPR dikembangkan dengan
mengintegrasikan antara bahasa dan gerakan fisik pebelajar bahasa. Prinsip ini
juga di pengaruhi oleh teori penerimaan bahasa ibu pada anak-anak. Pengembang
teori ini, Asher mengemukakan bahwa anak-anak dalam belajar bahasa pertamaya,
lebih banyak mendengar bahasa yang diucapkan orang disekelilingnya sambil
menggerakan sebelum mampu berbicara. Sehingga metode pengajaran bahasa harus lebih
menekankan pada aktivitas mendengarkan dan tindakan (acting).
Pengajaran dengan menggunakan
prinsip metode ini menempatkan seorang guru layaknya sebagai seorang sutradara
dalam sebuah pertunjukan cerita dan siswa sebagai pemerannya. Aktivitas yang
sering digunakn dengan metode ini yaitu latihan dengan menggunakan perintah dan
bermain peran (role play) misalnya Guru memberi perintah atau ucapan dan siswa
meresponnya dengan gerakan fisik. Misalnya “touch you head” ( pegang kepalamu),
walk to the door and close it ( berjalanlah kepintu dan tutup pintunya).
Pengajaran
dengan metode ini sangat menarik dan akan menyenangkan bagi siswa akan tetapi
tidak semua materi dapat ditanggapi dengan pergerakan fisik.
4.
Metode
diam (Silent Way)
Metode
ini dikembangkan oleh Caleb Gattegno yang menganut pendekatan humanistik.
Prinsip metode ini menolak adanya kesamaan antara proses belajar bahasa pertama
(bahasa ibu) dengan bahasa kedua. Menurutnya, belajar bahasa kedua merupakan
sebuah proses kognitif dan intelektual dan lebih condong pada pendekatan
pemecahan masalah (Problem solving). Pebelajar bahasa atau siswa lebih
diarahkan untuk menemukan atau menciptakan sendiri apa yang dipelajari daripada
mengulang dan mengingat apa yang sudah dipelajari.
Menurut
Gattegno (1972), proses belajar dengan menemukan sendiri (discovery-learning)
akan mendorong siswa untuk belajar secara otonomi, mandiri, dan bertanggung
jawab terhadap pelajarannya. Proses belajar bukan dengan “diajar” akan tetapi
menemukan sendiri fakta dan prinsip yang ada. Guru berperan sebagai stimulator.
Guru hanya berbicara sedikit, hanya memberikan sedikit informasi sebagai
stimulus, memberikan satu contoh kata atau kalimat dan kemudian siswa
diharapkan untuk menganalisanya serta melafalkannya bersama temannya. Guru
tidak berperan penting dalam memberikan umpan balik maupun koreksi akan tetapi
mengarahkan siswa saling memberikan koreksi maupun tanggapan.
Prinsip
metode ini sepertinya sangat bagus diterapkan dalam pengajaran bahasa, akan
tetapi sikap diam guru dan kurangnya feedback kepada siswa merupakan hal yang
masih harus dipertimbangkan oleh seorang guru ketika harus menghadapi siswa
yang masih membutuhkan lebih banyak arahan dan koreksi dari guru.
KESIMPULAN
Metode pengajaran bahasa dalam
pengembanganya dipengaruhi oleh satu pendekatan yang dipercaya oleh
pengembangnya. Metode Audiolingual dan situasional di pengaruhi oleh
prinsip-prinsip teori behavioristik yang melihat belajar bahasa sebagai proses
pembiasaan (habit formation) walaupun metode audiolingual mentolerir kesalahan
berbahasa dan mengangapnya sebagai sebuah proses, sementara itu metode diam
(silent way) dipengaruhi oleh teori humanistic yang mengangap belajar sebagai
suatu proses yang melibatkan kognitif dan intelektual pebelajar dalam
meemecahkan suatu masalah untuk membangun ilmu pengetahuan. Metode TPR lebih
dipengaruhi oleh teori belajar berasakan teori psikologi yang dikenal dengan
“trace Theory” yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya ingat seseorang
maka diperlukan rangsangan yang berupa aktivas gerakan. Seorang guru harus
memiliki pandangan yang jelas tentang hakikat belajar, bahasa dan belajar
bahasa sehingga mampu mengaplikasikan metode-metode pengajaran tertentu dalam
kelas.
REFERENCES
Brown,
H.Doughlas. 2007. Teaching by Principles:
An Interactive Approach to Language Pedagogy (3rd ed.). New
York: Pearson Education, Inc
SIL International. 1999. Situational
Language Teaching.
A massage therapist course will yield you with loads of valuable education and
ReplyDeletewill cover topics like physiology, biology, and other related subject.
They have to manage various diagnostic tests, to assess the patients and their
health states, to accomplish physical examinations of different kinds and to systematically evaluate
the progress of their patients. Connective tissues that cross or attach to a joint or
it's capsule become stiff, this reduces normal arthrokinematic motion.
Look at my page :: porenaa.livejournal.com