RENUNGANKU: Hidup adalah pilihan atau hidup adalah anugerah?


RENUNGANKU: Hidup adalah pilihan atau hidup adalah anugerah?
Sebuah falsafah yang sering kali kita ucapkan “ hidup ini adalah pilihan” setiap saat, setiap waktu kita akan diperhadapkan dengan banyak pilihan. Sehingga setiap orang harus bijak dalam memilih. Setiap pilihan mengandung resiko. Sehingga kita harus siap menaggung resiko dari pilihan yang kita ambil. Tak banyak orang yang mengalami kekecewahan karena merasa salah dalam memilih, bahkan banyak orang yang menyesali pilihannya. Akhir-akhir ini terlalu sering kita melihat banyak orang menjadi frustasi menghadapi hidup ini. Banyak yang melarikan diri ke obat-obat terlarang, dan kemudian mengatakan inilah pilihan hidupku.” Stress menjadi hilang jika aku menghisap rokok. Segalah sesuatunya menjadi indah saat menkonsumsi narkobah”. Tak banyak diantara mereka yang kemudian menghakiri hidupnya dengan caranya sendiri, dan orang di sekitarnya hanya mampu berkata’ itulah nasibnya.
Jikalau demikian: apa benar hidup seseorang benar-benar bergantung pada pilihannya?
Ada begitu banyak buku-buku motivasi di terbitkan, yang kemudian laris di pasaran karena banyak orang yang merasa dituntun menjadi sukses. Setiap orang harus mampu menciptakan suatu tantangan untuk menjadikannya peluang bagi dirinya. Tips untuk mengubahkan itulah yang  seseorang cari rahasianya melalui membaca dan bahkan belajar pada orang-orang yang telah sukses.
Pengalaman adalah adalah guru yang terbaik. Dari kegagalan kita belajar menjadi orang yang kuat, dan dari kesuksesan kita dituntun untuk terus bermimpi dan membawa pengaruh bagi lingkunagan kita.
Hidup menjadi perlombahan untuk merahi yang kita impikan. Saya yakin bahwa setiap orang memimpikan hidup yang bahagia. Tapi batasan kebahagian bagi seseorang itu tentunya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga setiap orang memiliki kebutuhan yang berbedah-bedah, dan kemudian menetapkan prinsip hidup yang berbeda pulah.
“Aku memilih menikah dengannya karena aku merasa dia mampu membahagiakan aku” kata seorang wanita ketika ditanya mengapa kamu menikah dengan pria itu, sementara pria itu gak jelas, belum punya penghasilan. “uang bisah dicari bersama ketika sudah menikah, kebahgiaanku bukan pada apa yang dia miliki, tetapi ketulusan hatinya mencintaiku membuatku merasa bahagia” itulah pilihannya, menikah dengan pria yang dia yakini bisah membahagiakannya.
Kita memilih sesuatu yang mungkin berbedah dari yang orang lain fikirkan, tetapi kita tidak peduli, karena kita memilih berdasarkan prinsip kita. Kita hanya perlu menerima dan menimbang apa yang orang lain katakan, tapi seseorang yang memiliki prinsip yang kuat tidak mudah mengubahkan pilihannya. Banyak orang yang mengorbankan segalah sesuatunya untuk membuat pilihannya terlaksana dan berhasil.
Menjadi suatu perenungkan tersendiri bagiku. Aku berusaha semaksimal mungkin untuk memilki karakter yang kuat sehingga mampu menentukan prinsip hidup yang akan menuntunku bijaksana dalam menentukan pilihan hidupku. Aku selalu mengingat bahwa pilihan ada ditanganku. Pilihanku hari ini menentukan hidupku dimasah yang akan mendatang. aku tidak ingin dikemudian hari aku menyesal kar’na gagal menentukan pilihan yang tepat. Aku menjadi sangat berhati-hati dalam setiap keputusan yang ku ambil. Tapi ketika aku merenungkan kembali segalah sesuatu yang telah aku lewati, aku menjadi tibah pada satu kesimpulan bahwa hidup ini tidak selamanya terletak pada pilihan ku.
Aku kadang memilih dan menetapkan apa yang harus aku kerjakan, tapi tidak selamanya itu berjalan sesuai yang aku inginkan. Apakah itu akan aku sebut sebagai kegagalan? Apakah aku harus mengatakan bahwa aku tidak merencanakannya sebagai mana mestinya, atau apakah aku tidak konsisten dengan keputusanku?  Haruskah aku mencari tahu letak kesalahannya?
Dulu waktu aku SMA, aku sangat semangat belajar. Aku tekun belajar agar aku bisah masuk Universitas yang aku inginkan. Aku menetapkan jurusan yang tepat yang sesuai dengan bakat ku. Tetapi ternyata itu hanyalah sebuah impian. Aku harus berhenti mengejar mimpiku saat orang tua berkata tidak mampu untuk mendanaiku masuk. Aku berhenti dan mengalihkan harapan ku ketempat yang lain. Aku ikut pelatihan computer dan bahasa, untuk menjadi bekal nyari kerja. Aku kemudian bercita-cita menguasai computer dan kemudian bisah diterima di suatu perusahaan. Aku serius dan bersunguh-sunguh menjalani, dan itupun kemudian beralih ke arah lain. Aku masuk ke Universitas dan tentunya menekuni bidang yang lain lagi. Jika kenyataannya seperti ini; apakah aku harus mengatakan bahwa keputusanku 5 atau 6 tahun yang lalu telah menentukan hidupku hari ini, sementara aku menyadari bahwa aku tidak banyak menggambil andil dalam memilih yang aku jalani, semuanya seperti di luar kendaliku.
Aku mulai berfikir bahwa diluar diri ini ada yang mengatur kehidupanku. Bukan hanya aku sendiri yang bertanggung jawab terhadap hidupku. Hal inilah membuatku merenungi lebih dalam lagi makna hidup ini. Mungkinn memang ada bagiannya dimana aku berperan dalam mengambil sikap untuk memilih tetapi itu bukanlah alasan sepenuhnya bagiku untuk mengikuti falsafah kebayakan orang bahwa hidup adalah pilihan. Aku tidak sepenunya yakin bahwa hidup ini betul suatu pilihan yang kemudian akan aku pertangung jawabkan.
Aku mulai percaya kepada sesuatu yang religious. Aku mulai belajar memahami makna hidup dari pandangan theologia. Setiap saat aku diperhadapkan pada berbagai banyak pilihan aku belajar untuk bertanya pada sang Penguasa hidupku. Aku belajar percaya bahwa tidak semua pilihan itu asalnya dari Dia,karna sesungguhnya sebelum Dia menciptakan aku, Dia sudah merancangkan kehidupanku (yeremia 1:5-10;mazmur 139), Dia sudah mempersiapkan segalah yang baik (Efesus 2:10),  tetapi ada banyak kuasa lain di dunia yang tidak senang dengan kenyataan ini, bahwa manusia di istiewahkan, sehingga mereka berusaha mengacaukan dengan menghadirkan banyak pilihan lain, mereka mencoba mengoda dengan pilihan lain, sehingga terlihatlah suatu kenyataan bagi kita bahwa hidup ini adalah pilihan (Efesus 6:11-12).
Aku yakin bahwa semua orang akan sepakat, bahwa dia tidak pernah memilih untuk dilahirkan ke dunia, bahwa sesunguhnya tidak pernah memintah kepada ibu bapanya untuk dilahirkan oleh mereka, tidak pernah memintah untuk lahir di keluarga ini atau itu, lahir kemarin atau esok, tapi kemudian ketika dia tumbuh dan memperoleh pengetahuan dari dunia ini, ia mulai berfikir untuk memilih ini dan itu, ia mulai berfikir bahwa aku tahu yang terbaik bagi hidupku. Hidupku hari ini akan menentukan hidupku hari besok sementara dia sendiri tidak tahu apakah masih ada hari esok (Yakobus 4:13-17).
Aku mulai berfikir bahwa terlalu sering aku merasa bahwa aku orang bijak, tetapi tidak percaya dengan kenyataan bahwa sebijak-bijaknya diriku, itu tidak akan mampu mengubah kenyataan bahwa aku di sini hanyalah sebuah anug’ra. Bukan berarti bahwa aku di sini karena takdir sehingga aku pasrah pada kenyataan yang ada, sehingga aku tidak berusaha melakukan apa-apa, tetapi jika aku sadar kenyataaan bahwa hidupku anug’ra maka aku akan berusaha mencari tahu mengapa aku dianug’rakan disini. Sesuatu di cipta kar’na ada tujuan. Tidak mungkin aku dicipata tanpa tujuan, dan itulah yang harus menjadi perenungan.
Menjadi perenungan bahwa sering kali kita baru ingat Tuhan ketika kita gagal. Kita datang bertanya pada Tuhan “apa salah ku” “mengapa seolah-olah Tuhan tidak turun tangan membantuhku” Sering kita menyalahkan Tuhan. Padahal saat kita akan menetapkan satu keputusan kita tidak datang bertanya pada Tuhan. Mengapa saat kita gagal, kita mencari keadilan Tuhan? Jika seperti itu: kita layaknya seorang anak yang ingin bepergian ke suatu tempat, tetapi tidak memberi tahu ayahnya, dan saat dia gagal, dia kembali dan menyalahkan ayahnya: “ aku gagal karena ayah tidak pernah mendukung aku”. Jika kamu adalah ayahnya, apa yang kamu katakan?

Comments

Popular posts from this blog

Sejarah Lahirnya dan arti kata “Kristen”

A Philosophy of Second Language Acquisition (MARYSIA JOHNSON)

PRONOUNS OF POWER AND SOLIDARITY