Mengapa harus menikah
Beberapa hari ini otakku selalu kefikiran dengan sebuah statement atau komentar umum di tengah masyarakat konservatif ketika melihat seseorang berumur 25 tahun keatas dan belum menikah " tidak ada gunanya kerja keras cari uang jika tidak ada anak dan istri yang dia hidupi". Kalimat tersebut biasanya dituturkan kepada kaum lelaki berhubung tugas untuk mencari nafkah dibebankan pada suami atau bapak dalam keluarga.
Sebagai seorang perempuan dari keluarga yang sangat konservatif, tidak menikah diusia 37 tahun adalah hal yang tak biasa bahkan bisa dibilang aib keluarga sehingga saya akan senantiasa ditegur dengan kalimat diatas dan ditambah dengan embel-embel bahwa kesuksesan seseorang itu tidak ditentukan dengan harta, kekayaan, dan pendidikan, itulah sebabnya pertanyaan pertama saat bertemu orang lain adalah "sudah berapa anakmu?".
Saya mulai bertanya dalam hati, mengapa dulu saya sangat fokus dengan belajar dan bersekolah? Sebagai seorang perempuan yang terbiasa dengan pertanyaan diatas harusnya saya mempersiapkan diri untuk menikah ketika menamatkan pendidikan dari universitas mengapa malahan saya melanjutkan kuliah ke jenjang master? Padahal akan sangat bahagia seandainya saya bisa mendapatkan suami yang akan membiayai hidup saya beserta anak-anak kami. Saya tidak perlu capek-capek berjuang sendiri mencari nafkah bahkan berkewajiban membantu menafkahi saudara-saudara yang masih bersekolah. Tidak akan ada paksaan bagi saya untuk harus bekerja dan ikut serta berkonstribusi bagi pendidikan dan kehidupan anak-anak yang dillahirkan oleh ibu dan ayah saya. Tapi benarkah sedemikian rupa. Mengapa kedua kakak perempuanku yang sudah menikah harus berusaha keras untuk bekerja? Apakah suami mereka tidak dapat menjamin hidup mereka?
Ah saya mulai mengingat semuanya kembali. Apakah aku yang terlalu egois dan ambisius sehingga tak mampu menerima serta menjalankan dua peran sekaligus, sebagai ibu/istri dan sebagai wanita karir? Saya melihat ada banyak perempuan yang dapat menjalaninya, mengapa saya berfikir tidak bisa? Apa yang saya lakukan selama 10 tahun belakangan ini? Mengapa saya gagal menunaikan tugas utama dan tanggung jawab saya sebagai perempuan terhadap keluarga maupun masyarakat?
Belum terlambat, masih ada waktu namun apakah benar tujuan utama hadirnya seorang perempuan dibumi adalah melahirkan anak-anak generasi penerus? Bagaimana dengan mereka yang menikah tapi tak berhasil mendapatkan keturunan? Apakah mereka juga dianggap gagal? Bagaimana nasib mereka di tengah keluarga besarnya? Tentu saja mereka (masyarakat) akan menjawab, yang penting sudah berusaha dulu, tak mengapa jika harus gagal.
Perempuan apa jawabmu?
Jadi penasaran, seberapa banyak perempuan terpaksa nikah karna perkataan orang sekitarnya?
Saya mulai bertanya dalam hati, mengapa dulu saya sangat fokus dengan belajar dan bersekolah? Sebagai seorang perempuan yang terbiasa dengan pertanyaan diatas harusnya saya mempersiapkan diri untuk menikah ketika menamatkan pendidikan dari universitas mengapa malahan saya melanjutkan kuliah ke jenjang master? Padahal akan sangat bahagia seandainya saya bisa mendapatkan suami yang akan membiayai hidup saya beserta anak-anak kami. Saya tidak perlu capek-capek berjuang sendiri mencari nafkah bahkan berkewajiban membantu menafkahi saudara-saudara yang masih bersekolah. Tidak akan ada paksaan bagi saya untuk harus bekerja dan ikut serta berkonstribusi bagi pendidikan dan kehidupan anak-anak yang dillahirkan oleh ibu dan ayah saya. Tapi benarkah sedemikian rupa. Mengapa kedua kakak perempuanku yang sudah menikah harus berusaha keras untuk bekerja? Apakah suami mereka tidak dapat menjamin hidup mereka?
Ah saya mulai mengingat semuanya kembali. Apakah aku yang terlalu egois dan ambisius sehingga tak mampu menerima serta menjalankan dua peran sekaligus, sebagai ibu/istri dan sebagai wanita karir? Saya melihat ada banyak perempuan yang dapat menjalaninya, mengapa saya berfikir tidak bisa? Apa yang saya lakukan selama 10 tahun belakangan ini? Mengapa saya gagal menunaikan tugas utama dan tanggung jawab saya sebagai perempuan terhadap keluarga maupun masyarakat?
Belum terlambat, masih ada waktu namun apakah benar tujuan utama hadirnya seorang perempuan dibumi adalah melahirkan anak-anak generasi penerus? Bagaimana dengan mereka yang menikah tapi tak berhasil mendapatkan keturunan? Apakah mereka juga dianggap gagal? Bagaimana nasib mereka di tengah keluarga besarnya? Tentu saja mereka (masyarakat) akan menjawab, yang penting sudah berusaha dulu, tak mengapa jika harus gagal.
Perempuan apa jawabmu?
Tulisan ini digerakkan oleh rasa gelisah karena memikirkan perkataan sodara sendiri,
Aku berfikir, seandainya ku selama ini tinggal dengan orang yang suka bicara sepertinya, mungkin sudah lama kutak tahan dan akhirnya menikah.
Aku berfikir, seandainya ku selama ini tinggal dengan orang yang suka bicara sepertinya, mungkin sudah lama kutak tahan dan akhirnya menikah.
Jadi penasaran, seberapa banyak perempuan terpaksa nikah karna perkataan orang sekitarnya?
Comments
Post a Comment