Posts

Karna terlalu sensitif atau karna sehat?

Sebulan pertama seperti menghitung detik demi detik, hari demi hari. Aku selalu menatap jam dilayarku setiap saat. Agar lupa akan keributan di kepalaku, aku mencatat semua hal yang harusnya kulakukan setiap saat. Kutuangkan dalam bentuk tulisan di catatan harianku agar ku dapat balik dan melihat apa yang ada difikiraku  beberapa saat yang lalu. Sangking banyaknya isi fikiranku, biasanya akan terlupakan beberapa saat kemudian. Aku menyibukkan diriku dengan berbagai hal agar aku tidak merasakan yang namanya homesick.  Aku tahu ku sudah merantau dan berpindah pindah hampir 20 tahun  namun ini adalah merantau terjauh yang pernah kujalani. Sebuah keputusan paling nekat yang pernah kuambil. Bukannya tidak terfikirkan namun sudah dalam perencanaan yang sungguh sungguh hanya saja kutetap merasa ini adalah sebuah keajaiban dan seperti masih di alam mimpi yang panjang. Terlalu jauh untuk bisa balik jika aku rindu pada kenyamanan yang telah kuadaptasikan pada tubuh dan jiwaku. 10 ta...

Catatan perjalanan: bersama Tuhan pasti bisa

PujinTuhan Akhirnya badan sudah balik normal kembali Seminggu seblum berangkat dan 2 minggu sesampainya di Auckland, imun ku benar-benar drop jadi batuk serta tubuh merasa sangat kedinginan  dan selera makan menghilang. 2 minggu lamanya menahan diri untuk tidak banyak jalan keluar karna efeknya kalau pulang, tenggorokan akan gatal sekali dan batuk terus menerus. Walaupun lagi summer dengan suhu 20C sampai 24 C tapi sangat berangin di luar rumah. Minggu lalu aku ke gereja dan kondisinya akan batuk berat kalau habis mandi dan melewati jalan berangin tapi amajingnya selama ibadah sampai pulang gereja sama sekali tidak batuk. Padahal sebelum berngakat, paginya sudah bimbang antara ke gereja atau mau ikut ibadah online saja. Ku agak ragu mau ke gereja takutnya batuk kambuh dan orang orang akan lihat lihat ke arahku dengan tatapan takut tertular (OVTku ahaha) tapi akhirnya ku beranikan diri untuk pergi dengan membawa masker. Dorongan untuk beribadah bersama di gereja benar benar kuat...

Welcome to Auckland, New Zealand

Catatan proses adjustment aku, ada beberapa hal yang belajar untuk aku sukai selama 4 hari sampai di kota ini Mengkonsumsi apa saja yang tersedia, tidak picky dalam hal makanan. Aku bahkan bisa dalam 3 hari pertama sampai, makan roti dengan madu, buah, telur, dan minum susu. Tidak ada gorengan, nasi dan makanan pedas adalah hal yang harus dinormalkan. Susu, rasa dan baunya benar benar bukan selera aku tapi tetap saja kuhabisin setidaknya segelas sehari. Sebagai pengkonsumsi setia madu, aku lihat itu benar benar beda dengan yang biasanya aku minum di Indonesia. Untuk tetap rutin, tiap pagi aku jadikannya sebagai selai di roti gandum aku, ya walau kadang kupaksain telan dengan bantuan air putih. Air putihnyapun harus ku biasakan minum air tab yang di hidungku masih kerasa baunya. Hari ke empat aku makan siang di kafe dengan pesan nasi tapi juga hanya setengah kuhabiskan itupan aku paksaian sebagian dengan bantuan air putih, sayang saja kalau cuma makan sedikit sementara aku  harus ...

Pantaskah aku marah, sedih atau bahagia sembarangan?

Tidak bisa mengamuk langsung depan orang, memilih menahan diri, tapi akan tersimpan dan setiap saat bisa teringat kembali. Marah dan kecewa, memilih tidak percaya lagi sama orang tersebut dalam waktu tertentu sampai benar benar lupa dan memberi maaf. Lamanya waktu untuk memaafkan seutuhnya berdasarkan level kekesalan yang ditimbulkan dihati dan dampak yang ditimbulkan bagi kehidupanku yang fana ini. Tapi pada dasarnya sering memberi maaf karna aku tahu ku juga tidak sempurna. Ada  juga momen dimana ku mengecewakan orang lain dan tentunya ku berharap banyak orang tersebut akan melupakan kesalahanku, tak menyimpan kesalahanku dalam waktu lama. Merelease kemarahan biasanya kulakukan dengan menulis. Aku merasa bebas mengekspresikan semua kekesalan di hati diatas kertas (dahulu) tapi sekarang di note samsung. Hati menjadi lega ketika selesai curhat. Ada 2 tempat favorit bercerita: Doa dan tulisan. Aku merasa rahasia hatiku aman disana. Tidak akan menjadi isu yang balik menyerangku sepe...

Mengapa harus menikah

Beberapa hari ini otakku selalu kefikiran dengan sebuah statement atau komentar umum di tengah masyarakat konservatif ketika melihat seseorang berumur 25 tahun keatas dan belum menikah " tidak ada gunanya kerja keras cari uang jika tidak ada anak dan istri yang dia hidupi". Kalimat tersebut biasanya dituturkan kepada kaum lelaki berhubung tugas untuk mencari nafkah dibebankan pada suami atau bapak dalam keluarga. Sebagai seorang perempuan dari keluarga yang sangat konservatif, tidak menikah diusia 37 tahun adalah hal yang tak biasa bahkan bisa dibilang aib keluarga sehingga saya akan senantiasa ditegur dengan kalimat diatas dan ditambah dengan embel-embel bahwa kesuksesan seseorang itu tidak ditentukan dengan harta, kekayaan, dan pendidikan, itulah sebabnya pertanyaan pertama saat bertemu orang lain adalah "sudah berapa anakmu?". Saya mulai bertanya dalam hati, mengapa dulu saya sangat fokus dengan belajar dan bersekolah? Sebagai seorang perempuan yang terbiasa den...

Ujian Nasional (UN): benarkah mengembalikan UN dapat meningkatkan prestasi siswa-siswi di sekolah?

Akhir-akhir ini, ramai perbincangan tentang mengembalikan UN di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk mengukur standar kelulusan siswa. Mereka yang mengajukan ide ini mengambil kesempatan di momen pergantian menteri Nadim yang telah menghapuskan UN pada tahun 2021 sebagai respon terhadap mewabahnya pandemi Covid beserta dicanangkannya kurikulum Merdeka. Untuk menyikapi ini, saya ingin melihat alasan dibalik penghapusan UN oleh mentri sebelumnya dengan pengembalian UN dimasa yang akan datang. Dilansir dari detikedu 15 Juli 2021, peniadaan UN bukan hanya sebagai respon terhadap pandemi Covid namun untuk menghindari adanya unsur ketidak adilan dalam pelaksanaan UN. Nadim saat itu mengatakan secara tersirat bahwa ada kecenderungan diskriminatif terhadap siswa dari kalangan kurang mampu dalam UN. Mereka (siswa kurang mampu) hanya mengandalkan dukungan dan fasilitas minim yang disiapkan oleh sekolah sementara teman yang lainnya dapat mengikuti kelas persiapan khusus seperti bimbel. Peng...

Ironi di negeri yang kaya

Beberapa alasan sebuah kota dihuni orang pandai tapi tetap miskin: Ada orang pintar tapi miskin karna tidak punya skill mengubah kepandaiannya menjadi bisnis atau ladang untuk cari penghasilan. Ada juga yang sudah bisa menghasilkan banyak tapi tidak pandai mengelola keuangannya. Beberapa diantaranya yang kaget dengan uang banyak jadi lupa diri, dihabiskannya itu dibisinis minuman dan obat terlarang bahkan ada yang berlanjut di kamar-kamar yang bukan dibangun untuknya. Beberapa orang terlihat baik namun keterlaluan sehingga makan puji.  Pernah juga kumelihat kemiskinan orang-orang pintar disebabkan oleh faktor sosial dan keluarga. Pesta pora untuk kesenangan sementara lebih penting daripada masa depan anak cucunya dalam mengenyam pendidikan. Terlalu perhitungan untuk kepentingan sekolah, selalu mengangap pendidikan itu mahal. Selalu bergantung pada yang gratis jika berhubungan dengan pengembangan diri dan investasi masa depan anaknya di masa mendatang. Masih berlanjut.... Data i...